Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2021

Our Little Chefs

Gambar
Sejak berusia empat tahunan, anak-anak terbiasa ngerecokin ibunya di dapur. Terkadang hanya ikut bermain masak-masakan dengan peralatan dapur, di lain waktu menjadi asisten ibu bagian mengupas bawang atau mengaduk adonan. Bukan hanya karena mereka perempuan saja maka saya mengajak terjun ke dapur sejak dini, melainkan karena saya merasa banyak manfaat yang bisa didapatkan. Mereka berkegiatan positif, belajar berhitung, belajar membaca resep, belajar mengenal berbagai macam bahan makanan, bonusnya mereka lebih lahap makan jika ikut terlibat dalam pembuatannya. Meski tentu saja, berkegiatan di dapur bersama anak-anak ada konsekuensi yang harus ditanggung. Dapur menjadi jauuuuuh lebih berantakan ... hahaha.  Di masa pandemi ini, memasak menjadi salah satu agenda penghilang kebosanan bagi kami. Memang aneh ya selama di rumah saja, kok rasanya mulut ini sulit untuk berhenti mengunyah dan perut ini cepat sekali laparnya. Akhirnya, dapur menjadi salah satu tempat favorit. Awalnya, anak-anak

Ketika Mamah Mager Bergerak

Gambar
Kesehatan menjadi hal yang terasa sangat berharga terutama di masa pandemi seperti sekarang ini. Banyak hal yang dilakukan demi menjaganya. Masker dan hand sanitizer menjadi barang wajib ketika keluar rumah. Stok sabun cuci tangan menjadi lebih cepat habis dari sebelumnya. Berjemur mulai menjadi agenda rutin banyak orang. Minuman herbal yang konon katanya meningkatkan imunitas pun mulai tenar, mulai dari jamu,  wedang empon-empon ,  sampai madu hangat ditambah perasan lemon. Semangat berolahraga masyarakat pun meningkat. Terbukti dengan naiknya harga sepeda di masa awal pandemi karena permintaan yang melonjak. Sebagai anggota mamah   mager alias malas gerak, berolahraga merupakan tantangan terbesar bagi saya. Rasanya kerjaan domestik di rumah saja sudah membuat lelah. Sampai akhirnya, suami berinisiatif membelikan sepeda untuk istrinya. Ditambah,  akhir tahun lalu komunitas Mamah Gajah Berlari (MGB)  membuat challenge untuk bergerak minimal empat jam dalam seminggu. Setiap pekannya, p

Matematika Kehidupan

Gambar
Saya pernah bertanya-tanya, apa kesukaan kita pada sesuatu hal itu bisa bersifat genetik, ya?   Sejak duduk di bangku sekolah dasar, saya suka sekali pelajaran matematika. Konon, papah saya pun demikian. Beliau rajin bercerita tentang bagaimana nilai-nilainya dulu di pelajaran berhitung ini nyaris selalu sempurna. Beliau pun terjun langsung mengajari putra-putrinya ketika itu menyangkut pelajaran matematika.  Namun,  untuk pelajaran yang berkaitan dengan hafalan, beliau malah sedikit acuh.  Eh ... atau sebenarnya kesukaan saya pada matematika ini adalah hasil doktrinisasi dari beliau juga, ya? Hahaha ... Bisa jadi.  Alhamdulillah, nilai matematika saya di sekolah pun tidak mengecewakan, cenderung membanggakan. Ini berlanjut sampai ketika saya duduk di bangku SMA. Oleh karena itu, ketika tiba waktunya memilih jurusan di dunia perkuliahan, matematika menjadi yang pertama terlintas di pikiran. Seorang teman sempat berkata, "kamu mah milih kuliah teknik juga bisa masuk atuh, insya All

Ketika Abi Pulang Kerja

Gambar
Setelah menikah dan beralih profesi menjadi ibu rumah tangga, ada satu waktu yang paling saya tunggu di setiap harinya, kecuali weekend. Biasanya waktu yang ditunggu itu menjelang magrib, tetapi terkadang dapat bonus menjadi malam hari.  Meski judulnya bonus,  rasanya menyebalkan karena jadi makin lama sendirian.  Ya, betul. Waktu yang ditunggu itu adalah ketika suami pulang kerja. Ketika beliau pulang, saya akhirnya ada teman untuk mengobrol. Saya bisa bercerita hari ini ngapain aja kemudian bisa pamer dan menyantap bersama masakan yang telah saya buat dengan sepenuh hati untuk beliau.  Setelah punya anak, ternyata terjadi persaingan. Biasanya yang dipeluk duluan adalah anaknya, istrinya belakangan ... hahaha . Namun, sebenarnya saya happy aja karena akhirnya partner mengasuh datang juga.  Persaingan makin ketat ketika anaknya menjadi dua. Baru terdengar suara motornya saja, dua bocah sudah berhamburan ke pintu sambil berteriak, "Abiii ... ". Setelah itu, mereka akan bereb

this too shall pass

Ada satu momen kehidupan yang tak pernah saya lupakan di tahun 2015. Ketika itu, saya mengalami penurunan berat badan yang cukup drastis disertai gejala batuk yang tak kunjung sembuh. Akhirnya setelah melalui serangkaian pemeriksaan medis,  saya pun divonis menderita penyakit TBC. Rasanya campur aduk sekali saat itu. Lega karena akhirnya penyakitnya diketahui, sekaligus khawatir karena ternyata penyakitnya menular. Namun, satu hal yang paling membuat patah hati adalah kenyataan bahwa suami dan anak-anak sebagai orang terdekat harus langsung dites mantoux saat itu juga untuk mengetahui adanya penularan atau tidak. Kata dokter, lebih cepat lebih baik.  Suami berkata suntikannya sakit karena di bawah kulit. Anak-anak tanpa sounding terlebih dahulu harus ikut disuntik pula. Sakit,  kaget, dan takut bercampur jadi satu. Tangisan mereka membahana di rumah sakit saat itu. Saya hanya bisa memeluk pilu.  Duh...  Maaf ya,  Nak!  Gara - gara ibu... .  Setelahnya, jadi 72 jam terlama dalam hidup