Nostalgia Dua Guru Bahasa

Meski akhirnya kuliah di jurusan matematika, saya termasuk yang suka sekali dengan pelajaran bahasa, baik itu bahasa Indonesia, bahasa Inggris, ataupun bahasa daerah. Nilai rapot saya cukup baik di pelajaran-pelajaran tersebut, bersaing dengan nilai matematika.

Kalau dipikir-pikir, sepertinya berbahasa (terutama menulis) memang salah satu passion saya deh. Itu juga yang akhirnya mendorong diri untuk ngeblog, kemudian nyemplung di komunitas Mamah Gajah Ngeblog.

Nah, di bulan September ini, tema tantangan blogging Mamah Gajah Ngeblog adalah tentang pengalaman berbahasa. Buat saya sendiri, tema kali ini jadinya malah mengingatkan kepada guru-guru bahasa ketika duduk di bangku sekolah dulu, terutama ketika masih berseragam putih biru. Jadi, saya pun memutuskan akan bercerita tentang salah dua diantaranya. 


Ada yang satu almamater dengan saya?
(sumber : IG @smpn1cimahi)

Warga Greeone mana suaranya? Bu Wulan pasti hafal nih dua guru yang akan saya ceritakan di bawah ini. Dua guru yang cukup unik. Oleh karena itu, memori tentang mereka masih cukup segar di ingatan. Inilah sedikit tentang mereka.


Guru dengan Catatan Majas Terlengkap Sedunia 

Namanya sama seperti nama presiden yang menjabat di tahun beliau mengajar saya. Pak Soeharto adalah guru Bahasa Indonesia ketika saya duduk di bangku kelas 1 SMP. Ketika itu, beliau sudah cukup berumur. Badannya tidak tinggi. Kacamatanya tebal. Caranya berpakaian selalu perlente. Pun rambutnya tersisir rapih dengan minyak yang tampak dioleskan cukup banyak. 

Beliau bukan tipe guru yang akrab dengan murid-muridnya, malah terkesan kaku. Namun, ada satu hal yang membuat saya mengingatnya hingga kini. Itu adalah catatan majas darinya yang super lengkap.

Pak Soeharto biasa duduk di meja guru depan kelas mendiktekan semua pengertian majas dan contoh-contohnya. Tentunya sambil mengawasi murid-murid di hadapannya, memastikan kami mencatat. (padahal banyak juga yang pura-pura nyatat๐Ÿ˜†) 

Sesekali beliau juga menuliskan materinya di papan tulis dan menerangkannya. Setiap pelajarannya usai, niscaya tangan akan pegal-pegal. Kadang lima halaman, tak jarang catatannya bisa sampai sepuluh halaman dalam dua jam pelajaran. 

Di masa SMP, saya termasuk murid yang rajin mencatat, bahkan rajin memperindah catatan dengan pulpen gel warna warni. Waktu itu belum kenal dengan cara cepat memfotokopi catatan teman saat ujian sudah di depan mata. Lain cerita ketika sudah duduk di bangku kuliah, tempat fotokopi rasanya jadi salah satu yang rajin dikunjungi menjelang ujian, hahaha

Ternyata, benarlah sebuah nasihat, ikatlah ilmu dengan tulisan, niscaya takkan lepas. Berkat menulis catatan dari pelajaran Pak Soeharto, sampai saat ini permajasan termasuk salah satu ilmu bahasa Indonesia yang masih bertengger manis di otak saya. Hasil peninggalan masa sekolah. 


Majas yang Tak Terlupakan

Ketika menyaksikan Indonesia meraih medali emas di Olimpiade Tokyo, maka yang tersirat di kepala saya adalah majas totem proparte. Indonesia yang disebutkan, tapi sesungguhnya yang meraihnya adalah Greysia Poli dan Apriyani. Yup, totem proparte, gaya bahasa yang menyebutkan seluruh untuk sebagian. 

Lain lagi, ketika suami meminta ijin untuk membeli air mineral. Beliau berkata,  "Bu, Abi beli aqua dulu, ya!" Kemudian tak lama malah datang dengan sebotol air mineral bertuliskan 'Ades'. Satu yang terlintas di pikiran saya : ah ini dia, salah satu bukti nyata majas metonimia. 

Pun ketika tante saya dengan lebay menceritakan enaknya seblak buatan tetangga yang konon katanya juara satu di dunia. Sungguh sebuah hiperbola.

Majas-majas lain pun cukup lekat di ingatan. Mulai dari pars prototo, eufemisme,  personifikasi, metafora, ameliorasi, sampai peyorasi. Harapannya sih, saya masih ingat sampai kelak waktunya bocah-bocah kecil di rumah belajar tentang majas juga di sekolahnya. Lumayan, modal buat menemani belajar.

Hatur nuhun ilmunya, Pak Soeharto!


Guru Bersenjata Penggaris Kayu

Ngomong-ngomong soal ngajarin anak.  Belum lama ini, anak saya mendapat tugas untuk menghafalkan delapan arah mata angin. Dia sempat kebingungan dan pabaliut dalam menghafal. Akhirnya, saya pun turut memberikan bantuan. "Kak, ada lagunya loh mata angin ini. Dulu ibu diajarin ama guru bahasa inggris pas SMP"

Timur..  Tenggara
Selatan.. Barat Daya
Barat.. Barat Laut
Utara.. Timur Laut

East..  South East
South.. South West
West.. North West
North.. North East

Iramanya dibayangkan dulu aja yaa, hahaha. Bagian Bahasa Inggrisnya belum saya ajarkan ke anak karena dia belum ng-english. Curiga nanti liriknya malah jadi wes-ewes-ewes ... (bablas anginne).

Anaknya senang sekali karena akhirnya bisa menghafal delapan arah mata angin dengan mudah. Kita harus berterima kasih pada Pak Saragih ya, Kak! 

Beliau adalah guru bahasa Inggris ketika saya kelas 2 SMP. Orangnya unik. Galak tapi baik hati,  bingung kan?  ๐Ÿ˜‚ Jam pelajarannya cukup menegangkan karena hobinya membawa penggaris kayu panjang ketika mengajar. Kadang dipakai untuk menunjuk materi di papan tulis, kadang juga untuk memukul meja menggertak murid yang tidak memperhatikan.

Badannya tinggi besar. Suaranya sangat keras dan lantang ketika mengajar. Itulah  yang membuat suasana menjadi tambah tegang. Saya sih termasuk murid kesayangan.๐Ÿ˜† Soalnya sempat menjadi satu-satunya yang bisa menjawab pertanyaan yang beliau ajukan. Saya lupa soal apa, pokoknya seputaran adjective atau adverb. Nilai ulangan pun tak mengecewakan. Jadi, tak pernah risau saat pelajarannya tiba.

Dari beliau lah saya belajar banyak tentang tenses.

+ She goes to school.

- She doesn't go to school.

? Does she go to school?

Bentuk-bentuk seperti ini dengan berbagai macam bentuk tenses yang dulu beliau ajarkan pada kami, berulang-ulang nepi ka molotokna.

Beliau juga hobi menyanyi. Pak Saragih beberapa kali mengajarkan kami lagu sederhana berbahasa Inggris. Salah satunya lagu arah mata angin tadi. Beliau pasti tak menyangka ternyata lagu tersebut bermanfaat sampai cucu muridnya nanti.


Kalimat Bijak dari Sang Bapak

Ada satu quote bijak juga yang pernah Pak Saragih ajarkan di kelas. Petuah yang saya ingat sampai sekarang. 

Much I Know, Much I Nothing
 

Kata beliau, semakin banyak kita tahu, sesungguhnya kita akan merasa semakin tidak tahu apa-apa. Semakin banyak ilmu yang kita punya, akan membuat kita menyadari bahwa ternyata ilmu itu sangaaat luas dan ternyata masih banyak yang belum kita pelajari. 

Sejatinya beruntunglah orang-orang yang memang merasa demikian karena akan menjadi pribadi yang rendah hati, dijauhkan dari rasa sombong. Nasihat yang luar biasa, bukan? 

Terima kasih, Pak Saragih! 


Inilah penampakan guru-guru saya tercinta pada masanya.
Pak Soeharto ada di barisan tengah, kedua dari kanan.
Pak Saragih ada di barisan belakang, paling pojok kiri.
(Sumber : IG @smpn1cimahi)


Ilmu yang Bermanfaat 

Berbicara tentang ilmu, katanya sebaik-baik ilmu adalah yang bermanfaat. Ilmu yang dibagikan hingga membawa keberkahan. Sampai-sampai ada satu hadits yang menyebutkan, ilmu yang bermanfaat akan tetap mengalirkan pahala untuk orang yang mengajarkannya bahkan ketika ia telah tiada di dunia. 

Dua guru yang saya ceritakan di atas telah berpulang. Raganya sudah terkubur di dalam tanah, tapi jejak ilmu yang pernah mereka sampaikan masih ada di dunia. 

Semoga bisa menjadi tabungan amal untuk mereka.




Komentar

  1. Senang sekali ya kalau pernah punya guru bahasa yang ajarannya membekas berdekade kemudian. Semua guru bahasa Inggris dan Indonesia saya juga sudah berpulang. Hutang budi saya pada mereka tak terukur

    BalasHapus
  2. Jasa guru sepanjang hidup ya. Keren sekali

    BalasHapus
  3. aduh teeehh, aku berusaha mencari irama lagunya, tp malah kebayangnya lagu cari jodoh - wali wkwkwkw "timur ke barat, selatan ke utara ..." haha
    beruntung ya teh bisa diajar oleh guru yang mumpuni

    BalasHapus
  4. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makanan Favorit Sekitar Kampus Gajah

Ada di Setiap Hati yang Bersyukur #HappinessProject