Kehebatan Al Barra bin Malik

Namanya adalah Al Barra bin Malik. Saya mengetahui kehebatan salah satu sahabat Rasulullah ini ketika si sulung memilih beliau untuk menjadi topik kisah yang akan dibawakan dalam muhadharah bahasa arab pertamanya.

Tahu dari mana teh, kok Ibu mah asa baru denger namanya,” tanya saya ketika ia bercerita tentang topik pilihannya tersebut.

Dari buku gen saladin, terus pas mau bikin naskah aku cari di yufid tv, eh ternyata ada juga kisahnya,” jawab si Anak Gadis. Ketika itu saya hanya mengangguk-angguk dan tak sabar melihat penampilannya nanti. 

Akhirnya, hari yang ditunggu pun tiba. Teteh tampil muhadharah bahasa arab di pondoknya, kami semua menonton dari rumah via siaran langsung akun youtube pondoknya.

Sambil menyaksikan sang anak beraksi, saya pun mulai menitikkan air mata. Alasan pertama karena terharu dan bangga melihat ia yang dengan hebatnya begitu lancar bercerita menggunakan bahasa Arab. Alasan kedua karena saya tidak mengerti apa yang diceritakan olehnya, huhuhu.

Keesokan harinya, saat jadwal penengokan, tentu saja saya langsung minta Teteh untuk menceritakan kembali kisah yang disampaikannya semalam tapi pakai versi bahasa Indonesia, hehehe.

Ternyata kisah ini bermula ketika Rasulullah wafat. Pada masa itu banyak kabilah Arab yang mulai meninggalkan Islam. Ada satu kabilah yang paling besar yaitu Bani Hanifah. Dari kabilah tersebut muncul satu orang yang mengaku-aku sebagai Nabi, yaitu Musailamah Al Kadzdzab.

Sepeninggal Rasulullah, Abu Bakar Ash Shiddiq yang menggantikannya. Beliau lah yang dengan teguh berusaha menjaga panji-panji Islam tetap berdiri. Beliau mengutus 11 panji komando ke seluruh jazirah Arab untuk melawan kaum musyrikin yang berkhianat kepada Islam. 

Bani Hanifah adalah salah satu yang terkuat. Musailamah bahkan sampai memiliki 40.000 pengikut. Namun, sesungguhnya hal ini bukan semata karena mereka mengimaninya sebagai Nabi. Faktor yang paling berpengaruh adalah kesukuan. Mereka menyadari Musailamah adalah seorang pembual, tapi seseorang dari kabilah mereka lebih dicintai dibandingkan manusia jujur seperti Rasulullah dari kabilah yang lain.

Qadarullah, Musailamah  dengan kekuatan pasukannya berhasil mengalahkan pasukan pertama yang dikirim Abu Bakar di bawah pimpinan Ikrimah bin Abu Jahal. Pantang menyerah, Abu Bakar pun mengirimkan kembali pasukan kedua untuk melawan Bani Hanifah di bawah pimpinan Pedang Allah, Khalid bin Walid.

Barisan terdepan pasukan Khalid adalah para pahlawan pemberani kaum Muslimin. Perang pun terjadi di daerah Yamamah. Baru sebentar saja, sudah terlihat keunggulan dari pasukan Musailamah. Namun, pasukan kaum muslimin tetap teguh dan maju melawan.

Khalid pun menata ulang pasukannya. Beliau memisahkan kaum Muhajirin dan Anshar, menyatukan ayah dan anak dalam satu panji, memisahkan orang pedalaman juga dari pasukannya. Tujuannya adalah agar mereka lebih menunjukkan kepahlawanannya.

Strateginya berhasil. Pasukan kaum muslimin pun terus maju tanpa ragu. Namun, para sahabat mulai syahid satu per satu. Di tengah pertempuran sengit yang menuju kekalahan, Khalid melihat salah satu sahabat Anshar yang terkenal dengan keberaniannya. Sahabat yang pernah membunuh seratus orang musyrik sendirian dalam duel di medan laga satu lawan satu.

Khalid berkata, "Majulah wahai pemuda Anshar!" Laki-laki kurus yang tulangnya terlihat hanya terbalut daging tipis itu pun maju sambil berkata, "Wahai kaum Anshar, jangan ada salah seorang dari kalian berpikir untuk pulang ke Madinah. Yang ada hari ini hanyalah Allah semata dan mati syahid!" Kata-katanya mengobarkan semangat kaumnya. Mereka pun menyerang pasukan Musailamah habis-habisan sampai akhirnya mundur dan berlindung di dalam sebuah benteng yang tinggi sambil menyerang kaum muslimin dengan hujanan anak panah. 

Al Barra yang akhirnya berkata "Letakkan aku di atas sebuah tameng, simpan tameng tersebut di atas tombak, dan lemparkan aku ke dalam benteng dekat gerbangnya. Jika aku tidak gugur, aku akan membuka gerbangnya untuk kalian." Badannya yang kurus terlentang di atas sebuah tameng untuk dilemparkan. Beliau masuk ke dalam benteng bagai halilintar, lalu menyerang semua pasukan yang ada di sana. Keberaniannya berhasil membuka gerbang benteng sehingga kaum muslimin bisa masuk dan menyerang pasukan Musailamah hingga akhirnya pimpinannya pun berujung tewas.

Al Barra yang ketika itu dipenuhi 80-an luka menjadi kunci kemenangan pasukan muslimin dalam pertarungan melawan kemusyrikan. Keberaniannya untuk menegakkan agama Allah sungguh menggetarkan hati. 

Adakah kita memilikinya walau sedikit saja? 





Komentar

  1. Masyaallah... Kisah yang hebat. Gagah berani dan menginspirasi.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

time travel

Makanan Favorit Sekitar Kampus Gajah