Review Film Hope (2013)

Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog bulan ini adalah membuat review film keluarga. Padahal banyak sekali film tentang keluarga yang sudah ditonton, tapi tetap saya bingung menentukan satu pilihan untuk diulas. Akhirnya di penghujung bulan Juni, saya pun memutuskan untuk menulis tentang satu film yang pernah sukses membuat saya menangis dari awal sampai akhir cerita. Judulnya "Hope". Salah satu film Korea yang tayang di tahun 2013.

Butuh keberanian sangat banyak bagi saya untuk menonton film yang satu ini. Sempat maju mundur, sampai akhirnya siap. Mengapa? karena filmnya bercerita tentang seorang anak perempuan yang mengalami pelecehan seksual sehingga mengalami trauma mendalam, bahkan sampai cacat fisik permanen. Gemetar enggak bacanya? Satu hal yang membuat semakin perih, film ini diambil dari kisah nyata yang terjadi di Korea sana. Sebagai ibu beranak perempuan tiga, rasanya hati saya teriris ketika membaca sinopsis singkatnya sebelum menonton.

Kenapa atuh keukeuh nonton? Ya, karena penasaran katanya filmnya bagus. Rating di IMDB-nya 8,3/10. Film ini juga memenangkan banyak awards, loh! Dan alasan lainnya ... for the love of korean movie sih, hahaha.

sumber : wikipedia


Tentang Hope


Sutradara     : Lee Joon-ik
Produser      : Byun Bong-hyun 
                       Seong Chang-yeon
                       Kim Yong-dae
Penulis         : Jo Joong-hoon
                       Kim Ji-hye
Pemeran       : Sol Kyung-gu
                       Uhm Ji-won
                        Lee Re
Tahun            : 2013
Durasi           : 122 menit

Sinopsis


So-Won adalah seorang anak perempuan berusia delapan tahun yang cantik dan pintar. Ayahnya, Dong-Hoon, adalah seorang pegawai pabrik. Ibunya, Mi-Hee, membuka toko kelontong di rumahnya. Di awal film diceritakan bahwa kedua orang tua So-Won ini selalu sibuk bekerja sampai terkadang anaknya terabaikan.

Suatu pagi, hujan turun cukup deras, So-Won pergi ke sekolah berjalan kaki sambil menggunakan payung. Di tengah perjalanan yang tidak jauh dari rumah dan sekolahnya, ia dihadang oleh seorang laki-laki mabuk kemudian dibawa ke bangunan lama yang terbengkalai. Di sini lah kisah tragis itu dimulai. 



So-Won diperkosa dan dianiaya sampai luka sekujur tubuhnya. Anus dan usus besarnya rusak berat sehingga harus diangkat dan digantikan oleh kantung kolostomi untuk seumur hidupnya. Selain itu, ia pun mengalami trauma mendalam. Ia sempat tidak mau berbicara dan merasa takut juga untuk berinteraksi dengan lelaki dewasa, termasuk ayahnya.

Sebagian besar dari film ini menceritakan proses healing So-Won dan keluarganya dari trauma pasca musibah yang menimpa mereka. Proses So-won sampai akhirnya mau berbicara lagi. Proses orang tua So-Won menerima kondisi anaknya.

Pun proses perjuangan sang ayah membangun kembali hubungan dengan anak gadisnya. Mulai dari googling tips berkomunikasi dengan anak sampai akhirnya ia menyewa pakaian badut Cocomong, tokoh kartun kesukaan So-Won, agar bisa menemani sang anak dari dekat.



Dukungan dari lingkungan sekitar pada akhirnya berperan penting dalam pemulihan So-Won hingga ia mau beraktivitas seperti biasa lagi. 

Perjuangan yang mengharukan ditutup dengan pengadilan dari tersangka pemerkosaan yang mana ternyata dengan alasan mabuk hingga hilang kesadaran, ia pun berpeluang mendapat hukuman cukup ringan untuk tindakan biadabnya. 

Apakah tersangka akan mendapatkan hukuman setimpal? Tonton sendiri saja, yaa

Review


Banyak adegan di film ini yang mengaduk-aduk perasaan. Salah satu adegan yang menusuk hati adalah ketika setelah kejadian, pihak yang pertama So-Won hubungi adalah 911, bukan orang tuanya. Semua orang memujinya pintar.  Namun, ketika ia mengungkapkan alasannya,  ayahnya tak kuat menahan tangis.  So-Won tidak menghubungi orang tuanya terlebih dahulu karena ia khawatir orang tuanya sedang sibuk bekerja sehingga ia akan mengganggunya. Ah, sungguh sebuah pengingat bagi kita selaku orang tua untuk menyeimbangkan antara waktu bekerja dan waktu yang berkualitas bersama anak. 

Salah satu adegan lainnya yang membuat saya terharu adalah ketika So-Won menebak bahwa sang Cocomong adalah ayahnya. Akhirnya setelah sekian lama, So-won mau berkontak fisik lagi dengan sang ayah, menatap matanya, menyeka keringatnya,  bahkan memeluknya.



Hal menarik lain dari film ini adalah saat melihat sesi-sesi terapi antara psikolog dan korban. Rasanya seperti belajar ilmu psikologi tentang bagaimana mengatasi trauma, bagaimana menemani korban untuk meluapkan apa yang ia rasa, serta bagaimana menumbuhkan harapan baru di hatinya agar ia tak terus terpuruk.

Akting dari para pemain di film ini pun luar biasa. Tak heran beberapa di antara mereka masuk nominasi beberapa penghargaan, bahkan sampai memenangkannya.

Sesungguhnya film "Hope" ini memang bukan jenis tontonan yang cocok ketika membutuhkan hiburan. Filmnya terlalu mengaduk-aduk perasaan dan membuat mata sembab, hihihi. Namun, film ini menyuguhkan banyak sekali hikmah kehidupan yang bisa kita ambil dan renungkan. So, it a must- watch movie! 




Komentar

  1. Teteh, film-nya memilukan gini, rasa tak sanggup ku menontonnya. Bakal keluar seliter air mata kayaknya....

    BalasHapus
  2. Duh euy aku lebih nggak berani nonton film begini daripada horror ���� nggak tegaaa walaupun cuma film ya. Tapi film Korea banyak yang mengaduk aduk jiwa sih. Heu.

    BalasHapus
  3. Huaa menarik bgt ceritanya tapi kok takuuutt .. takut banjir seember ����
    Semoga suatu saat kuat nontonnya

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nostalgia Dua Guru Bahasa

Makanan Favorit Sekitar Kampus Gajah

Ada di Setiap Hati yang Bersyukur #HappinessProject