Rasa yang Tak Biasa
Bagi Nita, pertemuan pertama mereka tak akan pernah terlupa. Tasya yang memperkenalkan mereka berdua. “Kamu pasti bakal suka deh, Ta, kamu banget soalnya,” ujar Tasya meyakinkannya kala itu. Nita ragu tapi ternyata Tasya knows her so well. Nita langsung jatuh cinta pada pandangan pertama.
Selain itu, ia pun hadir di saat yang tepat, saat Nita sedang tertekan dengan segala tugas dan kehidupannya sebagai mahasiswa tingkat akhir. Kehadirannya membawa warna baru dalam hidup Nita yang sedang di titik jenuh. Dia yang seru dan penuh kehangatan membuat hari-hari Nita menjadi lebih semarak.
Sejak saat itu, hidup Nita diwarnai olehnya. Saat kesepian, ia akan mengingatnya. Saat merasa bosan, Nita pun mencari hiburan dengannya. Saat merasa sedih, ia ingin ditemani olehnya. Bahkan saat bahagia, hal pertama yang terlintas dalam pikiran Nita adalah berbagi dengan dirinya.
Semakin lama mengenalnya, mulai tumbuh rasa yang tak biasa. Ada saat Nita harus bisa menahan diri untuk tidak selalu ada di sisinya. Segala sesuatu yang berlebihan itu tidak baik, bukan? Apalagi rasa cinta, kecuali rasa cinta kepada-Nya.
“Hhhh … ,“ Nita menghela nafas panjang sambil menghempaskan tubuhnya ke atas kasur. Pagi tadi bimbingan tugas akhirnya berjalan menegangkan. Ada kesalahan fatal yang dibuatnya sehingga dosen pembimbingnya marah. Kemarahannya berujung tugas revisi yang semakin banyak. Dia mulai bimbang akankah target wisudanya bisa tercapai.
Badan dan otaknya sangat lelah. Perutnya pun mulai merasa lapar. Jam dinding menunjukkan sudah lewat waktu makan siang. Tangannya mencari-cari telepon genggam di dalam tasnya. Pikirannya mulai resah. Kegundahan dan kelelahan ini harus dihempaskan, haruskah ia mengajaknya bertemu? Puluhan kata “tapi” hadir di pikiran Nita. Namun, akhirnya logikanya kalah.
Nita membuka aplikasi toko oren di telepon genggamnya. “Hmmm... mozza mix beef, level 3, eh jangan jangan.. level 4 aja deh, asin pedas, balado, tambah daun jeruk, dan bawang putih goreng.” Tangan isengnya pun mulai mengetik catatan tambahan, “Ga pake lama ya, Aa!”
Dalam waktu 25 menit, cimol bojot AA kesayangan sudah ada di hadapannya. Akhirnyaaaa, pelipur laranya tiba. Sang cimol disantapnya dengan lahap. Dia tak peduli dengan amarah dosen ataupun revisian yang menanti untuk dikerjakan. Kenikmatan duniawi ini ingin ia resapi dulu sepenuhnya. Sayangnya, Nita tidak tahu dalam satu jam ke depan, perut kosongnya yang diisi sang cimol pedas itu akan protes keras meronta-ronta meminta keadilan.
Sungguh cinta itu terkadang memang tidak adil. Cinta Nita kali ini membawanya pada kasur rumah sakit.
Komentar
Posting Komentar