Postingan

Kalau Bisa Mudah, Kenapa Harus yang Susah

Gambar
Awal Mulanya Saya suka memasak, meski enggak jago-jago amat. Sejauh bisa mengingat, pengalaman pertama saya dalam memasak adalah ketika memberi hadiah ulang tahun berupa bekal makan siang hasil masakan sendiri untuk seorang teman jaman kuliah tingkat dua dulu. Bekalnya berisi nasi, ayam goreng, dan sayur asem. Lengkap sekali,  bukan?  Padahal sejujurnya, memasak yang saya maksud kala itu adalah menggoreng ayam yang sebelumnya sudah  diungkep  oleh Mamah dan memasak sayur asem yang bumbunya pun sudah diulek oleh Mamah, hahaha. Meski saya sih tetap ngakunya masakan hasil sendiri, demi gengsi. Mamah saya jago memasak. Beliau adalah lulusan SKKA (SMK pada jamannya) jurusan tata boga. Sayangnya, anak-anaknya jarang diajak terlibat dalam kegiatan di dapur. Setelah memiliki anak, saya bisa paham sih alasannya. Keonaran yang dihasilkan memang cukup lumayan ketika mengajak anak ikut memasak.  Saya pun akhirnya baru benar-benar terjun ke dapur menjelang menikah. Alhamdulillah, teman yang dulu di

Novel Pertama

Gambar
Suatu malam di tahun 2004, saya menangis tersedu-sedu di pojokan kamar. Air mata mengucur deras, tapi hati rasanya hangat. Ketika itu saya terhanyut dalam kisah cinta Fahri dan Aisha pada novel Ayat-ayat Cinta yang ditulis oleh Habiburrahman El Shirazy. Bukan, saya menangis bukan karena Aisha yang harus merelakan berbagi suaminya dengan wanita lain. Namun, satu hal yang membuat hati ini rasanya lebih tersentuh adalah keindahan islam yang banyak diangkat dalam novel ini. Ketangguhan muslim dalam menuntut ilmu, hidayah yang bisa tiba-tiba datang, istiqomah dalam ketaatan, aturan islam yang terlihat berat padahal sesungguhnya dibuat untuk memudahkan hidup manusia. Setelah malam itu, saya membulatkan tekad akan menunaikan kewajiban dari-Nya untuk para muslimah. "Besok mau pake kerudung!" kata saya dalam hati.  Masih ingat sekali kostum pertama yang dipakai adalah kerudung berwarna krem, kaos hitam lengan panjang dan rok berwarna senada kerudung. OOTD hasil mengobrak-abrik lemari

Surat Cinta Untukmu

Gambar
Pertama kali melihatmu, rasanya biasa saja.  Ada aneh campur ragu dengan melihat  segala keunikan yang kau punya. Sangsi pun hadir, meragukan rasa yang kau suguhkan.  Namun katanya, tak kenal maka tak sayang.  Semakin lama mengenalmu, tiba-tiba ada rasa yang tak biasa.  Semakin terbiasa dengan hadirmu, ada rindu yang tiba-tiba menyergap.  Ah, lalu aku bisa apa?  Apa ini yang namanya cinta ? Keunikanmu, Kehangatanmu, Beragam karaktermu, Mulai mewarnai hari-hariku. Saat sepi melanda, kau salah satu yang kuingat.  Saat galau menghampiri, maka ku ingin kau ada di sisi.  Saat bahagia datang, kamu pun ikut terbayang. Bahkan saat ku lapar, kau hadir di ingatan.   Apakah benar ini cinta ?  Karena terkadang, aku pun mulai merasa kehilangan.  Jika memang ini benar  cinta , sungguh ku akan mensyukuri keberadaannya.  Karena artinya, Tuhan masih ijinkanku untuk merasa.  Terima kasih untuk segala kehangatan yang kau hadirkan.  Terima kasih untuk keceriaan di tengah kebersamaan.  Terima kasih untuk h

Orang-orang Sederhana Berhati Kaya

Gambar
Saya mengenal Dedy Vanshopi dari postingan Instagram salah seorang teman. Ketika itu, saya memilih salah satu tulisan yang ada di akun Instagramnya sebagai bacaan sebelum tidur.  Namun ternyata, tulisannya mengandung bawang, Pemirsa! Alhasil malam itu, saya pun tidur sambil bercucuran air mata, tapi hati terasa hangat. Anehnya ga kapok, ada malam lainnya ketika dibuat mengharu biru kembali dengan tulisan-tulisan beliau. Dedy Vansophi atau lebih sering dipanggil Romo adalah seorang sutradara yang suka menulis. Biasanya, beliau menuliskan kisah dari kampung halamannya di feed  Instagramnya. Kisah tentang kehidupan keluarga serta orang-orang sekitarnya. Kisah-kisah yang sederhana tapi manis dan menyentuh hati.  Tulisan-tulisannya tersebut akhirnya dikumpulkan menjadi dua buah buku yang berjudul "Rumah Tepi Kali" dan "Orang-orang Tepi Kali". Tentu saja, sebagai penggemar tulisan Romo, buku-buku ini sekarang termasuk salah dua penghuni rak buku di rumah kami.  

Sidang Tahfidz (1)

Gambar
Tahfidz adalah salah satu program unggulan dari sekolah anak-anak. Seiring dengan itu, ada agenda sidang tahfidz untuk menguji kemampuan mereka. Dalam sidang ini, si anak akan melafalkan 1 juz hafalannya dalam sekali duduk di hadapan 2 guru penguji. Beberapa bulan lalu, Teteh menghadapi sidang ketiganya. Harusnya ga grogi lagi yaa, karena bukan yg perdana. Namun, nyatanya sepekan itu ia tak tenang. Padahal sudah murojaah juga didampingi ustadzahnya. Juz 28 ini memiliki tantangan tersendiri untuknya karena banyak yang mirip ayatnya. Qodarulloh, hari Sabtu itu Teteh mendapatkan jadwal jam 7 pagi. Selepas subuh, kami murojaah sebentar, lalu tak lama tangisnya pecah. "Aku masih banyak salahnya." Dia merasa belum siap.  Kami biarkan ia menangis, bahkan sampai saat mandi. Setelah tangisnya reda, saya duduk bersamanya, memeluknya, "Mau lanjut atau ngga?" Dia mengangguk. Padahal saya sudah siap untuk mengabari sekolah kalau misalnya dia enggan melanjutkan.  "Oke, kalau

Curug Aseupan : Tujuan Wisata Alam Bersama Keluarga

Gambar
Semenjak pandemi, wisata alam menjadi salah satu pilihan yang paling diminati masyarakat untuk rekreasi. Alam terbuka dan udara segar dianggap lebih menyehatkan dibandingkan jalan-jalan ke mal. Kita akan lebih mudah menjaga jarak, bisa membuka masker sejenak, dan menyegarkan pikiran dari kebosanan di rumah saja.  Saat ini, wisata alam masih menjadi tujuan rekreasi yang diminati keluarga kami. Namun, mengingat anggota keluarga yang cukup beragam usianya, mulai dari balita sampai lansia, lokasi wisata pun menjadi terbatas. Hiking ke gunung tidak bisa menjadi pilihan. Curug-curug yang menarik pemandangannya biasanya cukup sulit dijangkau oleh balita atau lansia. Belum lagi lokasinya yang kadang cukup jauh dari tengah kota.  Alhamdulillah, kami menemukan satu lokasi wisata alam yang ternyata ramah anak dan lansia, pun tak jauh dari rumah.  Akhirnya, dua bulan lalu kami sekeluarga bermain ke sana.  Curug Aseupan yang Tak Jauh dari Rumah Curug Aseupan terletak di daerah Parongpong, Bandung

Kopi Rasa Rindu

Gambar
Dua cangkir kopi panas tersaji berhadapan di atas meja makan. Satu cangkir berisi kopi hitam tanpa gula. Kopi kesukaan Akang. Dulu, Rana pernah bilang, "Hidup kurang pahit apa, Kang? Minum kopi kok ga pake gula."  Saat itu, Akang tertawa mendengarnya, "Eh puguh biar terbiasa dengan pahitnya kehidupan." Begitu katanya.  Satu cangkir lagi tentu saja kepunyaan Rana, berisi kopi susu favoritnya. Dia punya resep kopi susu andalan. Takarannya adalah 1 sdt kopi, 3 sdt susu kental manis, 1/2 sdt coklat bubuk, dan air panas secukupnya. Ah nikmat, wangi kopi dan coklat bersatu padu dengan manisnya susu.  Jam dinding menunjukkan sudah pukul 9 malam. Dua cangkir kopi masih mengeluarkan asap panas. Sang pembuat kopi masih sibuk mencuci piring, sebelum akhirnya menghempaskan dirinya ke kursi makan sambil menghela nafas panjang.  "Cape bangeeeet hari ini, Kang! Bayangin tadi dari dago jam 5, baru nyampe rumah jam 7. Itu yaa di flyover antapani antriannya uda kaya