Novel Pertama

Suatu malam di tahun 2004, saya menangis tersedu-sedu di pojokan kamar. Air mata mengucur deras, tapi hati rasanya hangat. Ketika itu saya terhanyut dalam kisah cinta Fahri dan Aisha pada novel Ayat-ayat Cinta yang ditulis oleh Habiburrahman El Shirazy.

Bukan, saya menangis bukan karena Aisha yang harus merelakan berbagi suaminya dengan wanita lain. Namun, satu hal yang membuat hati ini rasanya lebih tersentuh adalah keindahan islam yang banyak diangkat dalam novel ini. Ketangguhan muslim dalam menuntut ilmu, hidayah yang bisa tiba-tiba datang, istiqomah dalam ketaatan, aturan islam yang terlihat berat padahal sesungguhnya dibuat untuk memudahkan hidup manusia.

Setelah malam itu, saya membulatkan tekad akan menunaikan kewajiban dari-Nya untuk para muslimah. "Besok mau pake kerudung!" kata saya dalam hati. 

Masih ingat sekali kostum pertama yang dipakai adalah kerudung berwarna krem, kaos hitam lengan panjang dan rok berwarna senada kerudung. OOTD hasil mengobrak-abrik lemari saya dan mamah.

Hari itu saya ada kegiatan di kampus. Alhamdulillah, sukses mengagetkan banyak orang, hahaha. Setiap bertemu teman, saya langsung dipeluk dan diberi ucapan selamat. Mata berair terus karena rasanya hati hangat dan lega. 

Awalnya, kisah novel yang membuat saya pertama kali menggunakan hijab ini yang akan saya tuliskan untuk menjawab Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog di bulan Januari 2023 tentang buku yang berpengaruh. Namun, ternyata susah untuk dapat 500 kata, hahaha. Saya bingung mau menuliskan apalagi. 

Akhirnya, saya menatap kembali rak buku di rumah yang kali ini tak hanya berisikan novel kepunyaan saya saja tapi juga diwarnai buku-buku anak saya. 

Ah iya, jadi kepikiran deh buat bercerita juga tentang si anak pertama dan novel-novelnya. 

Raising A Reader

Saya sempat bercerita dulu di blog ini tentang usaha saya untuk menumbuhkan minat membaca anak-anak. Alhamdulillah, ketiganya suka membaca buku. Walau tentu saja kadar kesukaannya berbeda-beda. Ada yang suka bangeeeet, ada yang suka ajah.

Si anak pertama ini yang terlihat paling hobi membaca. Tiada hari yang dilewatkan tanpa buku bersamanya. 

Buku-buku pertamanya tentu adalah picture book. Buku yang didominasi oleh gambar, minim tulisan. Buku yang awalnya saya bacakan untuknya sebelum dia bisa membacanya sendiri.

Ketika skill membacanya bertambah, dia mulai membaca komik. Kungfu boy koleksi ibu-abinya jadi komik pertamanya.

Setelah itu mulailah dia membaca cerpen. Awalnya majalah bobo jadi penolong penyedia cerpen. Saat itu belum banyak buku antologi cerpen anak seperti saat ini. 

Itu juga yang memotivasi saya untuk mengikuti sebuah tantangan di komunitas menulis untuk membuat cerpen anak yang nantinya akan dibukukan jika ceritanya terpilih. Alhamdulillah, lolos. Si buku pun menjadi buku antologi cerpen pertama anak-anak saya dengan satu tulisan ibunya di dalamnya. 

Semakin lama kemampuan membaca teteh semakin baik (dan cepat). Semua buku (anak) di rumah rasanya sudah habis dibacanya. Mulailah ibunya kelabakan mencarikan bahan bacaan untuknya. 

Kepikiran untuk mulai memberikan novel, tapi apa yaa yang cocok untuk anak 9 tahun? 

Novel Pertama Athifa : Hafalan Shalat Delisa

Setelah mencari inspirasi beberapa waktu dan merenung dengan seksama di depan rak buku (hobi amat merenung depan rak buku), akhirnya saya mengambil satu novel dari koleksi yang saya punya. 

Novel yang cukup berkesan untuk saya karena terinspirasi dari kisah nyata. Novel ini menceritakan tentang anak perempuan yang berjuang menghafalkan bacaan shalat. Perjuangannya diwarnai dengan kejadian traumatis, tsunami Aceh, yang membuat ia kehilangan sebagian besar keluarga dan teman-temannya. Novel yang tentunya akan menguras emosi tapi tampaknya pas dan akan berkesan juga untuk jadi novel pertama bocah, Hafalan Shalat Delisa.

Anaknya senaaaang sekali dikasih buku tebal, langsung dibacanya. Selama proses membaca, saya memperhatikan reaksinya. Ada saat ia tersenyum sendiri, ada saat dagunya berkerut, ada juga saat matanya memerah karena terharu. Ada juga momen saat ia menarik nafas panjang, menyimpan bukunya sebentar, menghampiri ibunya sambil bilang, "Sedih, Bu," tapi kemudian membacanya kembali. Sampai akhirnya 1,5 hari, novelnya berhasil ia tamatkan. 

"Sedikit sedih, tapi aku suka," katanya sambil menceritakan kembali hal-hal yang menurutnya menarik dari novel pertamanya. 

Alhamdulillah.

Begitu tahu bahwa novel ini telah difilmkan, dia berkata "Berarti bisa donk aku nonton aja, ga perlu baca kalau mau tau ceritanya." Hahaha.. Tapi beda teeeh, beda sensasinya saat imajinasi terbentuk dari kata-kata yang telah kita baca. 

Tere Liye Lover

Novel pertamanya ini lah yang akhirnya membawa dia menjadi pecinta novel karya Tere Liye, sampai saat ini ketika usianya menuju 12 tahun. 

Yah sesungguhnya karena ibunya juga yang menyuguhkan. Hasil googling merekomendasikan serial anak mamak Tere Liye sebagai novel yang kids friendly. Tentu karena tokoh utamanya adalah anak-anak disertai petualangan seru dan hikmah kehidupan. Cuss.. Si ibu mulai hunting. Awalnya nyari buku preloved, biar ekonomis hehehe, eh alhamdulillah rejeki anak solehah malah banyak dapet hibahan. 

Setelah Delisa, si sulung pun akhirnya berteman dengan Burlian, Pukat, Amelia, dan Eliana. Setelah semua serial anak mamak tamat dibaca, kali ini ia mulai mengoleksi serial Bumi, masih hasil karya Tere Liye. 

Setiap kali tabungannya cukup untuk membeli satu novel, ia langsung mengajak ke Toga Mas, toko buku kesayangannya. Dengan hati gembira, ia akan langsung mengarah ke jajaran novel-novel dan memilih buku incarannya.

Alhamdulillah, kesukaannya membaca tulisan panjang tanpa gambar ini pada akhirnya memudahkannya juga membaca buku-buku tebal sirah nabawiyah koleksi kami yang tentunya tak kalah seru dengan novel-novel fiksi koleksinya. Abinya jadi ga melototin ibunya deh karena ngasih novel fiksi melulu, hihihi. 😆

Menularkan Kecintaan Membaca

Alhamdulillah, anak pertama ini juga yang menularkan kecintaan membaca kepada adik-adiknya. Karena sering heboh menceritakan kembali keseruan buku yang dibacanya, adiknya suka jadi penasaran lalu mulai ikut membaca buku pilihan tetehnya. Walau pake metode loncat-loncat, baca yang kata tetehnya rame aja. 

Ditambah di rumah yang tanpa televisi dan penggunaan gadget yang dibatasi, buku menjadi salah satu hiburan di rumah kami. 

Alhamdulillah, rejeki bagi kami dimudahkan untuk menumbuhkan minat baca pada anak-anak. Padahal sejujurnya Ibu dan Abinya sendiri yang sekarang malah mulai berkurang intensitas membaca bukunya, kalah sama anak-anaknya. Abinya tentu karena kesibukan dalam pekerjaannya, ibunya sih sibuk juga (nonton drama korea 😂😂)

Ga denk, ibunya sekarang lebih seneng bacain buku (buat) bocah dibanding buku dewasa. 

Akhir kata, semoga selalu senang membaca buku yaaa anak-anakku karena seperti kata Mbak Najwa Shihab

"Membaca ialah upaya merengkuh makna, ikhtiar untuk memahami alam semesta. Itulah mengapa buku disebut jendela dunia, yang merangsang pikiran agar terus terbuka."

***

Komentar

  1. Cakeep. Buku-bukunya satu selera dengan saya.
    Ayat-ayat Cinta, baca buku lanjut nonton filmnya. Hafalan shalat Delisa, bikin terharu-biru banget, nghabisin tissue. Lanjut serial Bumi-nya Tere Liye, berburu buku-buku terkininya. Saya masih suka baca cerita-cerita begini. Susah move on uyy...

    BalasHapus
  2. Keren ini anaknya teh Anggun: kudu kenalan sama Teteh anakku yang suka banget baca novelnya Tere Liye serial Anak (5 judul udah tuntas): Kalau yang serial Bumi dia belum selesai bacanya padahal udah ada 4 judul tuh ...

    Aku juga udah review dua novel yang seri Anak: memang menarik karena latar ceritanya sebenarnya itu ada di masa aku kecil dan di sebuah perkampungan yang ada sungainya, mirip banget dengan desa tempat aku kalo liburan di rumah nenek di kaki gunung Ciremai.

    salam semangat

    BalasHapus
  3. Aku pengen juga menularkan habit baca ke anak nih. Aku belum baca novel2 yang disebut teh Anggun, kepo juga sih versi novel Hafalan Surat Delisa.

    BalasHapus
  4. Hafalan Surat Delisa itu, saya tahunya malah dari nonton, bukan dari novelnya hahaha….
    Novel Tere Liye menarik juga ya.. wah luar biasa, sudah banyak baca novel ya anak-anaknya.

    BalasHapus
  5. Mamah Anggun, kok bisa menerapkan "...di rumah yang tanpa televisi dan penggunaan gadget yang dibatasi.." di era sekarang? Karenanya, anak-anak pun jadi makin senang membaca buku ya Teh. :)

    Koleksi novel Tere Liye-nya Nak Athifa sudah bertumpuk begitu. Masya Allah. The real bookworm ya Nak. Keren hobinya. :)

    BalasHapus
  6. Selalu suka deh sama anak-anak yang bisa baca novel panjang. Jarang loh anak-anak sekarang yang sanggup memahami novel ribuan kata. Tere Liye keren juga bisa memberikan novel yang sehat dan disukai oleh banyak pembaca remaja muda.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nostalgia Dua Guru Bahasa

Makanan Favorit Sekitar Kampus Gajah

Ada di Setiap Hati yang Bersyukur #HappinessProject