Sama Susahnya

Percakapan ini terjadi pada bulan Ramadan dua tahun yang lalu.

Teteh : "Bu, tahu enggak yang aku enggak suka dari puasa tuh apa?"

Ibu : "Apa?"

Teteh : "Bangun sahurnya. Itu tuh pas lagi enak-enaknya tidur terus dibangunin. Susah banget buka matanya."

Ibu : "Tahu enggak kenapa sahur dan puasa itu pahalanya besar?  Ya karena susah, kalau gampang dapatnya bukan pahala, tapi mainan Kind*rjoy."

Teteh : "Itu juga susah , soalnya ibu enggak pernah mau beliin, harus ngumpulin uang sendiri dulu."

Ketika itu, saya hanya bisa tergelak, menertawakan komentar polosnya dan kesalahan saya dalam mengambil contoh.

Ibu-ibu pasti paham. Siapa yang juga sering menolak permintaan bocah untuk membeli jajanan coklat berhadiah seukuran telur yang rajin nongkrong di kasir mini market ini? Rasanya wajar untuk menjadi perhitungan. Dengan harga yang cukup mahal, kita hanya akan mendapatkan coklat berukuran setengah telur dan mainan kecil yang tidak diketahui bentuk dan fungsinya seperti apa. Rasa coklatnya pun tak terlalu istimewa. Konon katanya, faktor surprise-nya yang membuat mahal. 

Pernah suatu kali, anak-anak baru saja mendapat hadiah uang dari Abinya. Mereka bertiga kompak minta izin untuk membeli si coklat. "Kan pake uang sendiri, Bu. Boleh ya, Bu?" kata mereka. Ibu pun merasa iba, hahaha.

Oh tentu saja, izin tak turun dengan mudah. Saya memberikan banyak pertimbangan. "Uang buat beli satu Kind*rjoy itu bisa dipakai buat beli tiga sampai empat es krim." kata saya membuat perbandingan. 

Saya pun tak lupa mengingatkan bahwa mainan yang akan didapat adalah sebuah misteri Ilahi. "kudu ridho yaa ama apa pun yang didapat, artinya itu rejekinya." lanjut saya.

Alhamdulillah, mereka sempat galau. Sungguh "susah" ya problema hidupnya, hahaha. Sampai akhirnya, mereka bertiga bermusyawarah di kamar dan sepakat untuk tetap membeli. 

Mereka pun pergi ke mini market dengan hati riang. Tentu saja, saya menemaninya. Mereka memilih sambil babacaan berharap mendapatkan hadiah yang menarik. 

Alhamdulillah, setelah membeli dan membuka si telur coklat, tak ada drama sedih karena tak sesuai harapan. Entah karena sudah sesuai dengan yang diharapkan atau khawatir dimarahi ibunya kalau sampai menangis tak suka.

Akan tetapi, ketika saya bertanya akankah mereka membeli lagi, jawabannya adalah "Nanti deh, Bu ... kapan-kapan lagi ...  kapannya itu kapan-kapan banget." hahaha

Namun, bagaimana pun juga mereka banyak belajar lewat hal ini. Mereka belajar bersabar saat menginginkan sesuatu, belajar menghargai uang, belajar menabung, belajar tentang perbandingan, belajar berkompromi dan bermusyawarah, belajar rida dengan apa pun yang Tuhan berikan. 

Terima kasih, ya, Joy! 

Alhamdulillahilladzi bi ni'matihi tatimush sholihaat

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nostalgia Dua Guru Bahasa

Ada di Setiap Hati yang Bersyukur #HappinessProject

Makanan Favorit Sekitar Kampus Gajah