Kopi Rasa Rindu

Dua cangkir kopi panas tersaji berhadapan di atas meja makan. Satu cangkir berisi kopi hitam tanpa gula. Kopi kesukaan Akang. Dulu, Rana pernah bilang, "Hidup kurang pahit apa, Kang? Minum kopi kok ga pake gula." 

Saat itu, Akang tertawa mendengarnya, "Eh puguh biar terbiasa dengan pahitnya kehidupan." Begitu katanya. 

Satu cangkir lagi tentu saja kepunyaan Rana, berisi kopi susu favoritnya. Dia punya resep kopi susu andalan. Takarannya adalah 1 sdt kopi, 3 sdt susu kental manis, 1/2 sdt coklat bubuk, dan air panas secukupnya. Ah nikmat, wangi kopi dan coklat bersatu padu dengan manisnya susu. 


Jam dinding menunjukkan sudah pukul 9 malam. Dua cangkir kopi masih mengeluarkan asap panas. Sang pembuat kopi masih sibuk mencuci piring, sebelum akhirnya menghempaskan dirinya ke kursi makan sambil menghela nafas panjang. 

"Cape bangeeeet hari ini, Kang! Bayangin tadi dari dago jam 5, baru nyampe rumah jam 7. Itu yaa di flyover antapani antriannya uda kaya apa aja, sejam sendiri deh di situ. Untung mobil kita uda ganti matic ya, ga kebayang kalau masih manual. Apakabarrr betiskuuu." Rana memulai ceritanya sambil memijit perlahan kakinya yang terasa pegal. Ia seruput sedikit kopi susunya. Rasa panas dan manis menghangatkan badannya yang letih. 

Pandangannya beralih ke kamar putri kesayangannya. Pintunya sedikit terbuka, terlihat gadis kecil itu terlelap memeluk guling ditemani lampu temaram. 

"Alhamdulillah, aku sempet ketemu Anika juga sebelum dia tidur tadi. Dia udah cerita belum ke kamu? Hari ini ulangan bahasa inggrisnya dapet 90. Salah satu soal karena dia salah nafsirin gambar. Harusnya tired, dia malah nulis itu sleepy. Aku bilang sama dia, ya salah yang bikin soal kalo gitu, karena gambarnya saru. Terus dia bilang, ga boleh gitu Ibu, Bu guru udah susah-susah bikin soal, lagian harusnya kalo sleepy tuh ada zzzz-nya gitu ama ilernya. Hahaha.. Itu mah uda tibra atuh yaa bukan sleepy lagi."

Mata lelahnya mulai berbinar. Anika memang salah satu penghapus lelahnya, sumber bahagianya, pelipur laranya. Entah bagaimana hidupnya saat ini, jika tak ada Anika. 

"Aku sambil kerja ya, Kang."
Rana mulai mengeluarkan laptop dari tasnya. Iya, salah satu alasannya meminum kopi karena sepertinya ia harus terjaga malam ini. Ada dua naskah yang belum selesai dieditnya. Besok tenggat waktu pengumpulannya, sementara masih banyak yang harus dia kerjakan.

Dan biasanya di saat malam-malam sebelum deadline seperti ini, Akang akan menemaninya begadang, walau Rana seringkali menolaknya. "Kang, besok kamu kerja loh. Tar ngantuk lagi pas meeting." 

Akang hanya akan bilang, "Santai, ga tiap hari juga. Lagian kalau besok ngantuk, ya tinggal minum kopi lagi, hahaha," ujarnya santai. 

Ditemani kopi pahitnya, Akang akan menonton bola. Terkadang terdengar teriakan tertahannya karena takut membangunkan Anika saat ada gol tercipta. Rana seringkali tertawa geli jika dilihatnya Akang menepuk jidat sambil gemas saat ada tendangan meleset dari gawang. Rana juga senang melihat dahi berkerutnya Akang saat ikut memikirkan strategi agar club favoritnya tak kalah. Nonton bola kok udah kaya pusing mikirin negara saja, Kang. Hahaha. 

Lalu menjelang tengah malam, Akang biasanya akan masuk ke dapur untuk memasak mie instan. Mie yang akan dimakan oleh mereka, semangkuk berdua. Mie terenak di dunia bagi Rana. 

Jam dinding sudah menunjukkan pukul 11 malam, Rana semakin terhanyut dalam dunia aksara. Ia menyukai pekerjaannya sebagai editor di salah satu penerbitan buku. Oleh karenanya, ia tak pernah mengeluh saat ada malam-malam yang harus ia habiskan dengan melemburkan diri dalam pekerjaannya. 

Rana menggeliat meluruskan punggung dan tangannya. Ia selesai dengan tugasnya. Badannya sudah sangat pegal. Matanya pun lelah. 

Baru terasa olehnya, malam ini terasa lebih sepi dari biasanya. Tak ada suara pertandingan bola ataupun suara panci beradu saat Akang memasak di dapur. Rana menatap dua cangkir kopi di hadapannya yang sudah mulai dingin. Tak ada lagi asap mengepul. Kopi susunya tersisa sedikit lagi, sementara sang kopi hitam masih utuh tak tersentuh. Tenggorokannya terasa tercekat, ulu hatinya perih bagai tertusuk. 

Mungkin seperti Akang, ia harus mulai mencoba meminum kopi pahit tanpa gula, supaya ia terbiasa dengan pahitnya kehidupannya saat ini. Kehidupannya tanpa Akang.

Rana menatap bangku kosong di hadapannya. Satu tetes air mata terjatuh di pipinya saat perlahan ia meminum kopi pahit buatannya. 

"Kang, aku rindu... "

***

Kisah fiksi ini dibuat untuk menjawab Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog bulan Oktober 2022 tentang Mamah dan kopi. 

Hope u enjoy it!


Komentar

  1. Kalau lihat resep kopinya Rana, dia sudah minum kopi tanpa gula kok, dia cuma pakai susu kental manis 3 sendok yang rasanya pasti manis hehehe. Sengaja pura-pura nggak baca bagian kesedihan Rana nih hehehe...

    BalasHapus
  2. Twist ya ending-nya, Mamah Anggun. Aduh sedih banget saya bacanya. :(
    ***
    Ceritanya bagus, Anggun, mengalir dengan kelajuan yang pas. Saya tertarik dengan karakter sang buah hati, Anika. Aduh anak kok baik banget, mau berlapang dada menerima kesalahan, dan tidak mau menyalahkan sisi lainnya.
    ***
    Sabar ya Bu Rana, semoga diberikan ketabahan dan kekuatan. Insha Allah selalu ada kebahagiaan di depan mata, Anika, yang akan terus membuat Bu Rana selalu bersyukur. :)

    ***
    Btw PAHIT kehidupan itu pastinya gak enak, tapi PAHIT kopi itu ruar biasa nikmat ehehe.

    BalasHapus
  3. aduh ada plot twist, baru mau bilang bahagia itu sederhana, cukup minum kopi berdua, dengan mie instant (yang dibuatin, karena lebih enak) , dunia serasa milik berdua

    sweet ceritanya Teh Anggun, cocok dibaca sambil minum kopi pahit biar ga giung haha

    BalasHapus
  4. Kisah yang manis di awal, tengah, melaju lancar hingga di akhir... lalu berasa keselek jadinya. Apa mungkin saya juga harus mulai minum kopi pahit ya, supaya terbiasa dengan pahitnya kehidupan. Ah... ternyata hidup saya sudah cukup pahit. :(

    BalasHapus
  5. ini cerita kopi kok mengandung bawang hiiikssss ... teh Anggun keren ceritanya: ah sepertinya aku harus belajar juga minum kopi pahit. walau sejauh ini hidup ini kita lah yang membuatnya menjadi manis bukan?

    BalasHapus
  6. Cerita ini mengingatkan sama keluarga yang punya hobi minum kopi super kental, super manis. Bubuknya itu bisa sampai setengah gelas sendiri. Serem banget nggak sih.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nostalgia Dua Guru Bahasa

Makanan Favorit Sekitar Kampus Gajah

Ada di Setiap Hati yang Bersyukur #HappinessProject