Sidang Tahfidz (1)

Tahfidz adalah salah satu program unggulan dari sekolah anak-anak. Seiring dengan itu, ada agenda sidang tahfidz untuk menguji kemampuan mereka. Dalam sidang ini, si anak akan melafalkan 1 juz hafalannya dalam sekali duduk di hadapan 2 guru penguji.

Beberapa bulan lalu, Teteh menghadapi sidang ketiganya. Harusnya ga grogi lagi yaa, karena bukan yg perdana. Namun, nyatanya sepekan itu ia tak tenang. Padahal sudah murojaah juga didampingi ustadzahnya. Juz 28 ini memiliki tantangan tersendiri untuknya karena banyak yang mirip ayatnya.

Qodarulloh, hari Sabtu itu Teteh mendapatkan jadwal jam 7 pagi. Selepas subuh, kami murojaah sebentar, lalu tak lama tangisnya pecah. "Aku masih banyak salahnya." Dia merasa belum siap. 

Kami biarkan ia menangis, bahkan sampai saat mandi.

Setelah tangisnya reda, saya duduk bersamanya, memeluknya, "Mau lanjut atau ngga?" Dia mengangguk. Padahal saya sudah siap untuk mengabari sekolah kalau misalnya dia enggan melanjutkan. 

"Oke, kalau gitu sidang sebisanya, terima koreksinya, ya?"
Dia masih meneteskan air mata tapi berusaha tegar.

Saya lepas dia pergi bersama Abinya dengan beribu doa dalam hati. Saya akan menyusul nanti. Dia memilih ditemani Abinya di ruang sidang, soalnya Ibu mah suka grogian cenah, hahaha. 

Qodarulloh, hari itu dia keluar ruang sidang dengan mata menahan tangis. Ketika saya menyambutnya di luar dengan pelukan, tangisnya pun pecah. Sidangnya gagal. Di satu surat terakhir ia tak bisa meneruskan sama sekali. Mendengarnya tersedu-sedu, siapa yang tak terpukul.

Sesungguhnya ini bukan kegagalan pertamanya dalam hidup, tapi rasanya paling menyakitkan. Tak hanya untuknya, tapi bagi kami juga, orang tuanya. 

Jujur saja, saat itu sebetulnya kami memang sedang lengah. Jadwal menemani murojaah berantakan, anaknya pun jadi kurang semangat, hafalan hanya nuturkeun yang dia setor di sekolah saja. Sibuk, sok sibuk dengan kehidupan dunia 😢 astagfirullohaladzim

Akhirnya, setelah lebih tenang, kami ajak dia makan bersama di salah satu tempat makan kesukaannya. Moodnya membaik, alhamdulillah. 

Sampai di rumah, Abinya mulai mengajak anak-anak diskusi dan membuat jadwal murojaah baru bersama. Menumbuhkan motivasi lagi dalam berinteraksi dengan Alquran, sekaligus menyusun strategi untuk menghadapi sidang ulang pekan depan. 

Seminggu terlalui, sidang di depan mata lagi. Namun, kali ini anaknya lebih siap dan tenang. Ibu menunggu saja di rumah, menonton dari live IG abinya (yang tanpa follower tea 😂). Degdegan? 

TENTU SAJA! 

Sepanjang menonton rasanya dzikir dan doa terus dilafalkan. Kalau anaknya ada jeda mengingat, langsung mules ga karuan, begitu bisa melanjutkan baru bisa tarik nafas panjang. 

Alhamdulillah, kali ini sidangnya lancar, bahkan mendapat nilai A. MasyaAlloh...  Barokallohu fiik, shalihah.

Bulan lalu, alhamdulillah sidang keempat pun sudah dilaluinya dengan lancar. Semangatnya menghafal juga rasanya semakin meningkat. Alhamdulillah, Alloh pun mudahkan. 

Dan Ibunya semakin tertinggal saja. 

Kemudian teringat, sebuah tulisan beberapa tahun lalu yang dibuat karena terpukau oleh anaknya yang saat TK sudah merapal An naziat dengan lancar, sedangkan ibunya tertatih An naba saja baru dikuasainya : 

Takkan Alloh jodohkan kita, tanpa ada maksud dibaliknya. Takkan Alloh beri amanah tanpa kemampuan  untuk menjaganya. 

Bismillah...  

Semoga Ibu dan Abi selalu diberi kemudahan dalam menemani dan membimbing kalian menjadi penghafal ayat-ayatNya. 

Dan semoga ayat-ayatNya tak hanya singgah di kepala, tapi juga tertanam di hati selamanya. 

Semoga menjadi penghafal Al-quran yang kokoh imannya.

Terima kasih yaa, sudah menjadi penyemangat kami untuk memantaskan diri menjadi orang tua yang terbaik untuk kalian, anak-anak shalihah. 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nostalgia Dua Guru Bahasa

Makanan Favorit Sekitar Kampus Gajah

Ada di Setiap Hati yang Bersyukur #HappinessProject