Mereview Film Dilan 1990 itu Berat, Biar Aku Saja

Tahun 2008, saya pertama kali mengenal Pidi Baiq lewat bukunya yang berjudul Drunken Monster. Waktu itu seorang teman yang merekomendasikannya. Konon katanya bukunya sangat menghibur. 

Tulisan Pidi baiq itu terkenal tak sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar, tapi justru itu yang menjadikannya unik. Belum lagi ide-ide ceritanya yang selalu out of the box. Tak butuh waktu lama untuk saya jatuh suka dengan buku-buku karya beliau, sampai akhirnya mengoleksi keempat buku seri drunkennya. Namun, setelah itu saya absen cukup lama membaca buku-buku karyanya.

Sampai suatu hari di tahun 2013, si teman tadi yang akhirnya sudah menjadi suami mengirim sebuah link dari blog Pidi Baiq. Tulisan di blog itu rupanya adalah sebuah cerita percintaan muda mudi tahun 1990an yang katanya akan dibukukan. Katanya lagi, cerita tersebut diambil dari kisah nyata. Saya pun terhanyut dalam kisah Dilan dan Milea, tak kuasa menahan diri untuk baca seharian. Alhamdulillah, enggak sampai kelupaan ngasih bocah makan . 

Kami pun menjadi kolektor ketiga bukunya. Iya, kisah Dilan Milea ini berseri sampai tiga buku. Buku yang mana setiap baru dibeli menimbulkan sedikit kericuhan rumah tangga karena berebutan siapa yang duluan baca. Tentu saja, sebagai istri solehah (aamiin), saya mengalah, padahal karena Pak Suami lebih cepat bacanya aja sih, hahaha.

Tahun 2018, beredar kabar bahwa buku pertama Dilan : Dia adalah Dilanku tahun 1990, akan diangkat ke layar lebar. Hwaaaa.. tentu saja saya menyambut gembira, langsung kepo dengan segala berita tentangnya. Berniat akan mengajak suami untuk menontonnya nanti. 

Padahal waktu itu saya sudah menjadi ibu yang beranak mau tiga. Mamah saya sampai terheran-heran ketika akhirnya setelah filmnya rilis, kami izin menitipkan anak-anak kepadanya karena mau kencan nonton Dilan. 

"Bukannya buat anak SMA itu teh?" ujar beliau. Nampaknya beliau lupa, kan kami juga pernah SMA 😂 #menolaktua 

sumber : IG @falconpictures_


Sinopsis

Tahun rilis     : 2018
Sutradara       : Fajar Bustomi, Pidi Baiq 
Produksi        : Max pictures
Pemain          : Iqbaal Ramadhan, Vanesha Prescilla
Durasi            : 110 menit

Kisah dimulai ketika Milea menjadi siswa pindahan dari Jakarta ke Bandung. Si anak baru yang cantik ini rupanya menarik perhatian banyak orang, salah satunya Dilan, teman satu sekolahnya yang terkenal sebagai bad boy dan anggota geng motor.

Uniknya, ketertarikan Dilan pada Milea ini diekspresikan dengan hal yang tidak biasa. Hal yang pertama dilakukannya adalah menghampiri Milea yang sedang berjalan menuju sekolah dengan motornya kemudian meramalnya bahwa nanti siang mereka akan bertemu di kantin.

pertemuan pertama

Ramalan Dilan rupanya meleset. Namun, itu tak membuatnya gentar meluncurkan jurus-jurus PDKT lainnya yang menggemaskanseperti berpura-pura menjadi utusan kantin saat berkunjung ke rumah Milea, menitipkan coklat pada tukang koran, mengirimkan hadiah ulang tahun berupa buku TTS yang sudah diisi semua (biar ga pusing katanya), tak lupa mengirimkan tukang pijat saat Milea sedang sakit alih-alih menjenguknya. 

TTS fenomenal


Keunikan Dilan rupanya mulai menarik hati Milea, meski keraguan juga kerap kali muncul mengingat Dilan dengan segala kebandelannya.  Konflik juga terjadi karena ternyata Milea sudah mempunyai pacar di Jakarta sana. Belum lagi, sang primadona ini pun memiliki banyak penggemar yang menjadi saingannya Dilan. 

Akankah Dilan berhasil menjadi pacar Milea? Hal ini tentu saja sudah terjawab di bukunya. Kisah di film ini memang serupa dengan yang ada di buku. Hanya beberapa bagian saja yang dihilangkan mengingat durasi film yang tak bisa terlalu panjang. 

Penasaran? Cuss baca bukunya atau tonton filmnya, ya!


Di luar ekspektasi

Awalnya, seperti kebanyakan orang, saya pun sempat sangsi saat Pidi Baiq memilih Iqbaal Ramadhan menjadi pemeran Dilan. Image imut-imut sebagai anggota Coboy Junior terlalu melekat, emangnya bisa yaa dia memainkan peran jadi anggota geng motor?

Namun, rupanya saya salah. Dilan dimainkan dengan cukup baik oleh Iqbaal. Berandalan yang romantis ternyata bisa dijiwai olehnya. Dia bisa menggemaskan saat bercanda, bisa menampilkan emosi "panas" saat ada yang mengganggu Milea, bisa pula bermuka manis saat ada adegan romantis.  Akting berantemnya pun boleh juga. Meski tetep yaa... saat memimpin geng motor tawuran, kok ya masih keliatan imut aja, hahaha ... Tapi terbantu dengan wajah-wajah sangar di belakangnya yang tampaknya adalah anggota geng motor beneran.

Dek Iqbaal berusaha keras menampilkan wajah sangar


Chemistry Iqbaal dengan Vanessa Priscella yang memerankan Milea pun kuat terbangun. Vanessa yang cantik, manis, dan bermuka manja sangat natural bermain sebagai Milea. Debutnya di film ini terbilang cukup sukses. 

Sayangnya, malah akting dari para artis senior yang terlihat kaku, sebut saja Ira Wibowo yang berperan sebagai bunda dari Dilan. Karakter tegas yang dimiliki bunda kurang terlihat. Dan buat saya, wignya kok ganggu ya?

Film Rasa Nostalgia, Berlatar Kota Bandung Tercinta

Sebenarnya tak heran kalau film Dilan 1990 ini dinobatkan sebagai film terlaris di tahun 2018 sampai menarik perhatian 6.3 juta penonton. Pangsa pasarnya memang sangat luas, mulai dari remaja masa kini yang tertarik dengan kisah kasihnya, sampai remako (remaja kolot), generasi 90an yang ingin bernostalgia.

Suasana nostalgia yang dihadirkan pun cukup detil. Sebut saja suasana kelas yang dibuat ala 90an dengan papan absen dan foto presiden di masa itu, adegan menyobek kertas dari halaman tengah buku, sampai penggunaan telepon umum untuk kangen-kangenan. Semuanya cukup sukses membangkitkan kenangan manis masa muda dulu. (lah.. Katanya #menolaktua?)

Hanya saja penggunaan make up dan wig untuk membentuk suasana 90an kok dirasa sedikit berlebihan ya, terutama pada anak-anak SMAnya. Dulu kayanya anak SMA belum familiar dengan make up cukup tebal deh saat ke sekolah,  ga kaya jaman sekarang 😆


tim koin atau kartu nih telepon umumnya?

Sebagai orang Bandung, suasana kota kembang sebagai latar cerita pun cukup terasa. Adanya pohon-pohon besar di sepanjang jalan raya, angkot bandung dengan warna khasnya, pun aksen sunda yang sering terdengar, udah cukup Bandung banget lah. 

Sayang, di satu adegan saat Bunda dan Milea melakukan perjalanan dengan mobil, terlihat sedikit maksa ketika dari jendela ditampakkan pemandangan jalanan Bandung yang dilewati mobil yang sedang berjalan. Mungkin maksudnya mau membangun suasana Bandung, ya tapi kok kelihatan editan. Kurang rapih, Mas 😆

Film Adaptasi yang Apik

Hadirnya Pidi Baiq mendampingi Fajar Bustomi sebagai sutradara membuat film adaptasi ini tak melenceng jauh dari kisah aslinya yang khas. Bagian-bagian cerita yang tidak ditampilkan tak membuat cerita Dilan Milea hilang gregetnya.

Sesungguhnya konflik dalam film yang satu ini kan umum terjadi ya. Ada kisah muda mudi dengan segala cerita percintaannya. Ada pula konflik guru dan murid di sekolah.  Namun, satu hal yang membedakan film ini dengan film remaja lainnya ada di kekuatan naskahnya.

Iya, nyawa Dilan 1990 itu ada di dialog-dialog manis yang diciptakan oleh Pidi Baiq. Tanpa itu,  niscaya filmnya akan berasa FTV.

Quote-quote pun akhirnya bermunculan dari film ini.  

"Jangan rindu, rindu itu berat. Biar aku saja"

"Cemburu itu hanya untuk orang yang gak percaya diri, dan saat ini aku sedang tidak percaya diri" 

Dan masih banyak lagi kalimat kalimat Dilan yang membekas di ingatan dan hati. 

Belajar Parenting dari Orang tua Dilan Milea

Di awal rilisnya, Film Dilan 1990 ini dinilai sedikit kontroversial, karena dinilai menjadi contoh yang kurang baik untuk generasi muda.

Namun sebagai mantan remaja, yang kini sudah menjadi orang tua (akhirnya #mengakutua juga), dari film ini saya malah  mendapatkan sedikit insight tentang dunia parenting.  

Bunda dari Dilan digambarkan seorang yang tegas namun penyayang. Sekesal apapun Dilan, saat di depan Bunda, dia bisa duduk takzim mendengarkan perkataannya. Hal ini tentu tidak lepas dari pola asuh yang ditanamkan oleh Bunda. 

Saat anaknya mendapat sanksi dikeluarkan dari sekolah karena berkelahi dengan guru, Bunda malah berkata bahwa ia percaya kepada anaknya. Si anak berkelahi pasti karena melakukan sesuatu yang menurut dia benar. Namun, tentu saja nasihat pun diberikan bahwa tak semua masalah harus diselesaikan dengan perkelahian. 

Rasa percaya yang diberikan tentunya karena ia yakin bahwa di diri sang anak telah ditanamkan nilai-nilai kebaikan olehnya.

Bunda pun akrab dengan teman-teman anaknya, berusaha masuk ke dunia mereka dengan luwes, mungkin karena beliau pun diceritakan sebagai seorang kepala sekolah ya, yang terbiasa bergaul dengan remaja.

Berbeda karakter dengan Bundanya Dilan, Ibu dari Melia digambarkan sebagai seorang yang lembut, senang bercerita, dan akrab dengan putri-putrinya. Dia banyak menghabiskan waktu bersama mereka, hingga akhirnya anaknya pun tak sungkan untuk bercerita segala macam termasuk kisah percintaannya.

dua bunda.. wignya agak ganggu ga sih? 

Dari keduanya, saya belajar bahwa untuk menghadapi anak yang beranjak remaja memang kita harus menjalin komunikasi dua arah yang baik, belajar memberikan kepercayaan kepada mereka, serta berusaha memahami dunianya.

Penutup

Di balik segala pro kontra yang ada, buat kami (saya dan suami), film ini cukup menghibur. Sukses membuat senyum senyum sendiri saat baru saja keluar dari pintu bioskop kala itu. Tentunya sambil bergandengan tangan bak anak muda baru jadian, hahaha. 

Kebetulan hari itu, kami pun pulang memakai motor. Demi euforia nonton Dilan, sebelum naik, saya pun bertanya kepada suami layaknya Milea pada Dilan, "mmm.. peluk, jangan?" 😆😆 .. Hahaha, (buu.. Inget umur buu) . Harap maklum yaa pemirsa, udah lama ga pacaran berduaan.

Yak, sekian dulu review kali ini. 

Jadi, Dilan 1990 ini termasuk film Indonesia yang saya rekomendasikan deh, jika anda mencari film-film yang ringan untuk hiburan, meski sejujurnya saya tidak berniat menonton lanjutannya, Dilan 1991 dan Milea. Saya termasuk yang tidak bisa menerima kenyataan akhir kisah kasih mereka soalnya, hahaha. 

Nah, kalau mau mencari rekomendasi film-film lainnya, coba buka bacaterus.com yaa. Web yang satu ini menyuguhkan banyaaak sekali informasi menarik seputar dunia film mulai dari film Indonesia, Hollywood, Anime, sampai Korea.

Komentar

  1. Aku termasuk yang penasaran baca Dilan karena banyak dengar kata-kata: ... itu berat, biar aku saja. Secara keseluruhan ceritanya memang lumayan buat nostalgia kota bandung ya, tapi aku ga ngefans sama cowo geng motor kayak Dilan. Ibunya Dilan keren sih, tapi ya begitulah, mungkin cerita Dilan cuma mau bilang ini hanya cerita masa SMA, don't judge DIlan dari masa SMA nya saja.

    Rasanya abis itu ga nerusin buku berikutnya, ga suka juga dengan ketidak setiaan Milea. Tapi ya namanya anak SMA ya, apalah yang harus kuharapkan dari cerita SMA. Hehehe...

    BalasHapus
  2. Hehe iya banyak yang nonton ini terutama untuk nostalgia Bandung 90an termasuk suamiku juga ngajak nonton karena mau liat Bandung jaman dulu.

    Tapi aku nggak antusias nontonnya karena aku agak terlalu kritis kalau actingnya kurang natural suka gemes. Alasan kedua adalah pas di Bandung pacarku waktu itu bukan pak suami. Yang ada malahan kenangan kurang ok karena di bandung lah aku menutup pintu hati (dan pintu kost) buat pak suami jadi kurang relevan kenangannya huahahhaha

    BalasHapus
  3. Kenal Dilan waktu masih berupa postingan Pidi Baiq di blogspotnya *kalau ga salah, jangan2 saya halu ��* Waktu berasa ga cocok sama penuturannya yang (menurut) saya malah lebih kayak anak pre-teen daripada remaja. Tapi pas filmnya keluar ya ditonton juga. Meskipun tidak lahir dan besar di Bandung, tapi lumayan banget buat ngobatin kangen sama Bandung. ^^

    BalasHapus
  4. Waktu baca bukunya aku nggak suka banget dengan cara menulisnya yang menurutku terlalu berantakan. Heran banget kok banyak orang yang suka. Eh..tapi pas nonton filmnya di bioskop, suka banget. Ceritanya sweet dan bikin pengen senyum aja.

    BalasHapus
  5. Banyak yang terkesan dengan film Dilan karena suasana kota Bandung ya. Jadi mau nonton bukan cuma mau nonton filmnya, tetapi juga untuk nostalgia Bandung tempo dulu. Aku malah engga baca bukunya...Jadi engga tahu mana lebih melekat, baca buku atau nonton filmnya...

    BalasHapus
  6. Hahaha… setujuuu… wignya gengges bangeeeettt 😅😅😅

    Dilan akhirnya gak bareng Milea ya? Hehehe… soalnya kok gak mau nonton film sequelnya 😬

    BalasHapus
  7. Tetep ga suka Ali eh Dilan eh ... 🤣🤣🤣

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nostalgia Dua Guru Bahasa

Makanan Favorit Sekitar Kampus Gajah

Ada di Setiap Hati yang Bersyukur #HappinessProject